link

Jumat, 22 Desember 2017

-22- Qodarullah,,, Selamat Hari Ibu

Beberapa waktu yang lalu, di sebuah grup emak-emak ada chat masuk “Kenapa akun FB nya mak INI dinonaktifkan ya?, jadi khawatir nich Mak,, kan biasanya aktif banget di Facebook,,
Pada chat yang lain, emak lain menjawab, “Oh iya, emak INI lagi fokus penyembuhan”
“Astaghfirullah,, sakit apa Mak?”
“Katanya sich lagi nyembuhin emosi kejiwaannya gitu”

Cek per cek, emak yang sangat aktif berbagi di FB itu yang setiap saat ada saja postingannya di beranda karena dia juga seorang pelaku online shop, sedang mengalami depresi. Tidak tanggung-tanggung, sudah tiga tahun lamanya.

Yaa, awalnya cuma stress, tak tersalurkan, lama-lama bertambah kadarnya hingga sampai merasa ingin mengakhiri hidupnya.

Dia menyadari semua yang terjadi pada dirinya, dia ungkapkan kepada suaminya, bahwa dirinya perlu penanganan karena pada dasarnya di dalam dirinya ada yang tidak beres, satu kata DEPRESI. Suaminya menolak keadaan itu, dia yakin bahwa istrinya baik-baik saja hanya emosi sesaat.

Alhamdulillah, akhirnya dia tertangani, pulih sedikit demi sedikit dan akhirnya bisa bercerita banyak kepada kami.

Dia cerita kalau kamu seorang ibu-ibu merasa stress, suntuk galau dan kamu sudah melakukan me time, stress mu belum hilang, waspadalah. Dia selalu menginginkan keadaan seperti dengan harapannya. Dia selalu ingin seperti dulu seperti saat-saat dimana ibunya masih ada, suaminya masih dengan pekerjaannya dulu. Semakin dia berusaha melupakan semua itu semakin rasa itu muncul.

Dia bilang ketika saat-saat stress melanda, dia tak bisa mengurus anak, entah sudah berapa sapu terpatahkan ketika dia sedang depresi melanda. Trus siapa yang urus anak? Suaminya, meski awalnya tak percaya apa yang terjadi pada istrinya namun akhirnya dialah yang mendampingi selama penyembuhan.

Dia mengingatkan, hati-hati Mak dengan sesuatu yang membuat trauma, terutama kepada anak-anak karena ini akan terbawa dan sebagian tidak bisa melupakannya. Selama dia melakukan rehabilitasi dia bertemu dengan orang-orang yang penuh dengan trauma masa kecilnya.

Astaghfirullaahal’adziim..

Saya berkaca pada diri saya sendiri, betapa seringnya saya tak sanggup menahan emosi terhadap anak-anak. Sudah berapa banyak suara meninggi yang diucapkan dari lisan ini, sudah berapa banyak tatapan mata marah yang ditujukan padanya.
Oh Ya Allah, hilangkan dari pandangan dan ingatan mereka kelalaian akan mata, ucapan maupun tangan kami yang menyakiti.

Saya menelisik dalam hati dan diri ini, adakah trauma kecil saya yang belum terlepaskan sehingga semua itu tertumpahkan kepada orang-orang dihadapan saya saat ini yaitu pasangan dan anak-anak. Berpikir.. mengingat.. dan saya rasa tidak ada, lalu apakah ada penyebab lain?

Pesan dari Mak tadi yang sedang kembali menatap dunia baru, Suatu perasaan dimana kita ingin sesuatu yang terjadi sesuai dengan harapan kita, dan kita tidak sanggup jika hal yang terjadi lain dari harapan. Yach.. sering begitu merupakan salah satu sumber kesetressan seorang emak-emak.

Misal seperti apa yang terjadi pada diri saya, saya berkeinginan ketika suami saya mutasi tempat baru sesuai dengan harapan dan angan-angan, ternyata haha,, jauh emak-emak,, Apa yang terjadi? saya sering menggerutu, membandingkan, ya sedikit-sedikit emosi.

Akhirnya saya mulai menyadari ada satu kata yang hilang, apakah itu? QODARULLAH.. Ya Qodarullah Wa Maa Sya a fa’al..
Dalam hal kecil saja misalnya, ketika kita berharap kakak-kakaknya akan tenang ketika kita sudah susah payah menidurkan si kecil agar kita bisa mengerjakan pekerjaan lain dan tiba-tiba terbangun karena kakak-kakaknya lompat-lompat di ranjang, kalau kata Qodarullah tak muncul yang ada adalah emosi dan berakhir marah-marah..
Atau misalnya ketika kita mengajak anak-anak beres-beres rumah karena sebentar lagi ayah pulang dari luar kota, haha ceritanya mau ngumpetin berantakan selama ditinggalkan, ketika mereka sudah siap dan setuju tiba-tiba si sulung berubah pikiran dan mengajak adiknya main sepeda diluar, sang adik tampak ragu lalu berkata, “mau bantu bunda beresin mainan” meski beberapa saat kemudian dia ikut keluar dan dua menit setelahnya terdengar suara tangis menggelegar, di depan pintu sudah ada anak yg dibawa sama tetangga dalam keadaan bibir jontor, mulut berdarah, dahi lecet-lecet ternyata dia nyungsep saat main sepeda,,
Ya Allah seandainya tadi di dalam rumah saja,,, itu yang terpikir kalau Qodarullah tak diikutkan serta.
Gejolak pasti ada sudah kerjaan rumah tak selesei, anak bonyok-bonyok. Marah-marahlah dengan anak sulung. Namun jika Qodarullah yang muncul hati lebih tenang.
Pun saat-saat ini ketika Qodarullah saya ikutkan, ketika saya berusaha sekuat tenaga mengerem kata-kata menggerutu akan tempat tugas yang baru, Allah suguhkan ketenangan dan penerimaan. Qanaah dan rasa syukur yang selalu kita harapkan muncul dalam segala keadaan.

Qodarullah bukan berarti kita pasrah tanpa ikhtiar, ya karena Takdir itu rahasia yang bisa kita lakukan adalah melakukan sebaik-baiknya.
Dalam semuanya hal kecil maupun hal besar seperti mendidik anak. Misal buku-buku parenting sudah kita lahap namun kesabaran tak juga membaik, qodarullah kita harus semangat lagi dalam belajar kesabaran, tenangkan pikiran.

Seperti dalam surat Al Fajr
“Wahai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho lagi diridhoi-Nya, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku”

Berharap dengan ketenangan akan menumbuhkan solusi dari segala kegalauan dan kecemasan. Dengan jiwa Ibu yang tenang, jiwa ibu yang selalu mengikutkan kata qodarullah, jiwa ibu yang menyertakan Allah akan lahir ibu sehat jasmani rohani dalam meniadakan trauma jiwa-jiwa kecil yang kita cintai
Murabbi sejati adalah Allah ta’ala, kita seorang ibu hanya fasilitator untuk anak-anak kita tercinta

Selamat Hari Ibu
Semangat Jadi Ibu

Dari Ibu yang masih belajar mengikutkan kata Qodarullah,,

Wanggudu, 22 Desember 2017

#MenulisAsyikdanBahagia